“Memulai suatu usaha bersama pasangan harus berani keluar dari zona nyaman dan bersahabat dengan ketidakpastian”
Buka usaha bersama suami atau istri? Why not? Jika Anda berencana untuk memulai buka usaha bersama pasangan, mantapkanlah. Memang tidak mudah untuk merealisasikannya, namun jika sudah ada niat, itu bagus. Perlu keberanian yang nyata untuk melangkah.
Delapan tahun yang lalu, saya dan suami adalah buruh biasa di perusahaan kami masing-masing. Kami menjalani rutinitas yang monoton setiap hari. Pagi berangkat kerja, sore hari baru sampai rumah. Sebagai gambaran, suami saya bekerja di kantor sebuah pabrik. Masuk kerja jam 7 pagi, pulang jam 14.00. Sedangkan saya bekerja di suatu perusahaan di bidang jasa yang waktu kerjanya tidak terpengaruh dengan angka merah di kalender karena bisa dipastikan tempat saya bekerja ramai di hari minggu dan saat tanggal merah. It means, saya libur di hari biasa selain hari minggu. Hari minggu dan tanggal merah kecuali Lebaran atau Natal saya tetap masuk kerja. Jam kerja saya dari jam 10.00 sampai jam 18.00.
Bisa dibayangkan kan, saya bertemu suami hanya di malam hari saat tubuh dalam kondisi capek. Hari minggu saat suami libur, saya harus masuk kerja. Pun ketika saya libur di hari biasa, suami masuk kerja. Kucing-kucingan, jarang ketemunya. Waktu bersama anak pun terbatas. Saya dan suami bisa sama-sama mengasuh anak hanya di malam hari. Hm..
Maka saya dan suami pun berandai-andai jika punya usaha sendiri, sepertinya enak. Bisa mengatur waktu sendiri, memutuskan sendiri tanpa harus terikat aturan kerja dan apa kata bos. Namun, kami masih bingung mau buka usaha apa. Pengin sih punya semacam usaha rumah makan gitu, dan diberi nama “Bau Kencur”. Hahaha..bisa bermacam persepsi kan itu. Rumah makannya masih bau kencur alias belum berpengalaman, atau bisa juga berarti rumah makan yang menyediakan menu yang ada bumbu kencurnya, misalnya lotek, atau sayur bobor gitu, dan lain-lain.
Pokoknya, semua masih dalam angan-angan dan belum berani melangkah jauh ke depan. Karena apa? Takut. Jelas. Kami bisa apa coba? Pengalaman bisnis? Nol. Modal? Nol. Product knowledge? Nol. Jelas, secara nalar kami tidak masuk kriteria untuk buka usaha. Kalaupun berani coba-coba, sudah pasti akan gagal karena tidak siap.
Pucuk Dicinta Ulam Tiba
Di saat kami sedang galau dengan keadaan antara ingin buka usaha atau tetap jadi karyawan selamanya, kami mulai berpikir. Menjadi karyawan, kami berada di zona nyaman. Asalkan masuk kerja tiap hari, kami menerima gaji tiap bulan. Resiko terberat paling dipecat jika lalai dalam bekerja. Kenaikan gaji ? Setahun sekali, namun paling banter hanya sekitar 20% setahun. Bagaimana dengan waktu? Apakah worth it, jika bekerja 8 jam dalam sehari, belum termasuk lembur. Sebandingkah dengan nominal gaji yang kami terima?
Tak disangka dinyana, kami mendapat tawaran dari Om yang masih family dengan suami untuk buka usaha di dekat tempat tinggal beliau. Beliau sudah buka usaha toko bangunan dan cukup berhasil disana. Maka, beliau bermaksud menjadi pembimbing buka usaha bersama kami. Ok, deal. Maka terjadilah. Dalam hitungan beberapa bulan, saya dan suami nekad resign dari pekerjaan masing-masing. Tentunya dengan melalui berbagai pertimbangan, pergulatan batin sampai susah untuk tidur juga. Karena memang ini keputusan besar yang tidak main-main, menyangkut masa depan keluarga kami.
Singkat cerita, tepat tanggal 10 Oktober 2009, bersamaan dengan ulang tahun kedua anak pertama kami, toko ban mobil dan onderdil resmi dibuka. Jangan dibayangkan bentuk toko yang besar dan megah. Tokonya masih kecil, yang asalnya sebuah gudang keramik milik Om yang disulap menjadi toko.
Soal modal bagaimana? Ssstt..kami hanya punya tabungan 20 juta!
Soal product knowledge? Saya buta sama sekali. Saya belum tahu mana itu ban standar, dan mana ban radial saat menjaga toko pertama kali. Let it flow, sambil jalan semua bisa dipelajari.
Beruntunglah, ada Om yang selalu support usaha kami.
Seiring berjalannya waktu, masa-masa sulit saat buka usaha pertama kali, akhirnya bisa kami lalui. Dari yang tadinya belum punya karyawan, hanya berdua thok thil sama suami merangkap tugas dari admin sampai marketing, dan suami sebagai teknisinya. Semua dipelajari secara otodidak.
Beruntunglah sudah ada Google yang siap membantu proses belajar kami. Dan kini, 8 tahun sudah. Sekarang kami sudah punya toko hak milik sendiri dan bangunan rumah yang kami tinggali. Sudah punya karyawan yang membantu kami. Belum bisa dibilang sukses, namun setidaknya kami sudah berani melangkah.
Nah, tak ada salahnya kalau saya berbagi tips jika ada yang berniat untuk buka usaha bersama suami atau istri. Barangkali useful ya.
- Tujuan awal
Mantapkan niat. Apa tujuan buka usaha bersama pasangan? Waktu yang fleksibel? Penghasilan tak terbatas? Mengasah jiwa entrepeneur? Suka tantangan? Mengembangkan hobby dan passion? Semua tujuan itu dirumuskan. Dipetakan, supaya tahu hendak kemana akan melangkah.
- Berani prihatin dan keluar dari zona nyaman
Jangan bayangkan begitu buka usaha langsung berhasil. Hanya ada dua kemungkinan, berhasil atau gagal. Nah, pikirkan langkah apa yang akan diambil jika mengalami keduanya. Jalani prosesnya. Adaptasi dari karyawan lalu menjadi pelaku usaha tentu butuh waktu dan proses.
Jika saat menjadi karyawan berada di zona nyaman karena ada penghasilan tetap, tidak demikian saat wirausaha. Tak ada yang menggaji kita. Setiap hari tidak akan sama. Kadang ramai, kadang sepi. Cobalah berteman dengan ketidakpastian. 🙂
Pandai-pandailah mengelola keuangan. Pisahkan antara uang pribadi dan untuk usaha. Simpan uang cadangan untuk hidup sehari-hari. Pola hidup sederhana adalah yang tepat dijalankan saat dalam proses awal buka usaha. Selamanya juga lebih bagus meskipun sudah sukses kelak.
Jadi, tahan segala keinginan yang tak perlu. Pikirkan hanya yang urgent untuk dibeli, sesuai dengan kebutuhan. Itupun harus selalu ingat motto jangan “Besar Pasak Daripada Tiang”
- Siap dengan resiko dan konsekuensi
Resiko gagal itu pasti ada. Siapkan plan A, B, C, D, dan seterusnya jika kegagalan menimpa. Jangan mudah menyerah dan putus asa. Learning by doing. Perbanyak relasi, temukan ide-ide kreatif dan inovasi. Pelajari bagaimana bisa bersaing secara sehat dengan kompetitor. Buat customer selalu loyal dan tak segan untuk merekomendasikan rasa puasnya kepada para relasinya. Selalu update dengan perubahan. Dan harus siap untuk melayani dengan hati, berusaha memenuhi kebutuhan customer. Dan tahan emosi jika menghadapi customer yang tidak masuk akal. Semua adalah konsekuensi yang harus dijalani.
- Tahan proses
Tak ada kesuksesan yang bisa diraih secara instant. Semua butuh proses. Ada masanya saya harus terjun sendiri ke lapangan menawarkan produk. Ada masanya saya tidak boleh malu selalu berpromosi, menawarkan harga terbaik dan memberikan service yang bagus. Ada masanya saya ditolak, dikomplain, dikritik dan dibandingkan dengan kompetitor lain. Semuanya saya terima dengan lapang dada dan terus berbenah.
Ada masanya suami belajar sendiri bagaimana cara menambal ban, bagaimana cara memasang ban dengan alat baru, bagaimana cara memasang ban yang tipis, bagaimana cara balancing, bagaimana cara mengisi nitrogen dan lain sebagainya. Semua kami kerjakan sendiri selama belum bisa menggaji karyawan untuk membantu. Benar, semua kami mulai dari bawah dan dari nol. Jadi kami menikmati segala proses itu yang akan indah untuk kami kenang jika kami berhasil kelak.
- Bersikap profesional
Namanya suami istri, pasti ada riak-riak kecil dalam perjalanan rumah tangga. Saat sedang beda pendapat dan terlibat pertengkaran di rumah, usahakan jangan dibawa-bawa saat dalam suasana kerja. Be professional. Memang tidak mudah. Tapi demi kesehatan semuanya kan? Tekan ego dan mau mengalah. Toh, semua sudah sepakat untuk buka usaha bersama mulai dari nol kan? Jadi saat di toko, bersikaplah seolah-olah sedang tidak bertengkar. Niscaya akan damai dengan sendirinya, dan saat pulang sudah bisa tersenyum dan mesra kembali. Ehem.
Berdasar pengalaman, saat ada masalah dengan pasangan, selesaikan dalam satu hari saja. Jangan sampai berlarut-larut. Terbiasalah untuk saling memahami dan memaafkan. Saling mengampuni adalah koentji. 🙂
Nah, beberapa tips diatas semoga bisa memberi gambaran bagi yang masih maju mundur cantik untuk memulai buka usaha bersama pasangan. Modal materi bukan segalanya, yang penting punya modal kemauan dan niat dulu. Niscaya jalan kemudahan akan terbentang lebar.
Selamat memulai bisnis bersama pasangan! 🙂
Makasih kak Jul tips dan masukannya. Ini cita-cita saya dan suami, buka usaha bersama dan berhenti jadi karyawan. Masih didoakan dan diplanningkan sembari menyiapkan semua kelengkapan dokumen2nya yang ribet. Sukses buat bisninsnya ya kak. Tuhan memberkati …
Wah, semoga bisa segera direalisasikan ya,mba Dewi..sukses juga, ya..GBU.. 🙂
makash tipsnya ya
sama-sama mba Hastira 🙂
Siap dengan resiko itu harus ya, cuman aku masih cemen banget huhuhu. Tolong kuatkan hatiku maak Juul 🙁
Mami Gesi udah strong enough lho.. 🙂
inspiratipp sekali maaaak, sukses terusss~
Amiiinn…sukses jugak mak Dila 🙂
setahun sebelum nikah, paksu resign dari kerjaannya sebagai desgraf di advertising, dia milih nerusin usaha bengkel motor milik bapaknya, bukan bengkel gede tapi alhamdulillah udah milik sendiri, karena udah berjalan hampir 30 taun
awal nikah paksu sempet minta aku ikut jaga di bengkel, tapi akunya gak betah diem nungguin bengkel, jadi aku support aja sampe sekarang
Sip, mba Aya.. 🙂
Waw pasti bkan keputusan yg main2 ya bun ktika memutuskan keluar dari zona nyaman dan zona aman. Hahh saya jdi ikut deg2an juga. Soalnya kemarin pak suami sempet kpikiran buka usaha juga drpd trus jd karyawan.
Kalau dipikir sih, ngeri bun Yeni..tapi setelah dijalani, let it flow aja..nanti ketemu jalannya kok 🙂
keren Mbak, aq share ke suami ya. pingin sih buka usaha=)
Silakan, mba Dian..go..go..go..sukses ya.. 🙂
duh aku pengin banget suamiku ‘jaga kandang’ dan ngga pulang malem terus, mbak. doakan kami agar punya cukup modal dan keberanian buat buka usaha sendiri yaa. suamiku juga ngincer carwash nih. wish us luck n thanks for sharing ^^
Waa..bagus kalo dah ada niat, mba Putu. Saya doakan semoga bisa segera direalisasikan ya..Amiinn..
Kayak aku ini ya udah LDR lama banget, penginnya bareng2 lagi. Hiks.
Semoga someday bisa sering2 kumpul sama suami n anak-anak ya, Mak Lus 🙂