Urusan mencabut gigi tidak bisa sembarangan karena ada banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan efek sampingnya
Amankah mencabut gigi geraham atas? Awalnya saya bimbang soal cabut gigi atas ini. Banyak masukan bahwa ada kaitan antara syaraf dan gigi atas. Maka saya menunda-nunda waktu jadwal berkunjung ke dokter gigi karena saya merasa semuanya akan baik-baik saja. Ternyata tidak. Baru kali ini saya setuju bahwa sakit gigi itu tidak enak.
Semua bermula ketika tiba-tiba gigi geraham atas sebelah kiri saya, yang tepatnya bersebelahan dengan gigi bungsu mulai ogak atau goyang. Tidak sakit. Saya mengira mungkin memang sudah saatnya gigi saya tanggal. Karena seingat saya, gigi geraham atas ini belum pernah tanggal dan tumbuh gigi yang baru.
Prosedur Cabut Gigi Menggunakan BPJS Kesehatan
Kami sekeluarga sudah mempunyai BPJS kesehatan. Dulu saya mendaftar BPJS melalui aplikasi JKN. Sangat praktis dan memudahkan. Cara pembayarannya pun langsung auto debet dari rekening saya yang dapat saya pantau melalui M-banking. Secara otomatis saya menerima laporan pembayaran BPJS melalui email dan notifikasi di rekening online saya setiap bulan.
Maka saya tak menyia-nyiakan fasilitas dari BPJS kesehatan ini. Lumayan kan kalau bisa tercover. Saya pun segera mengunjungi klinik yang menjadi Faskes 1. Sampai disana, saya menyampaikan maksud dan tujuan saya untuk minta surat rujukan periksa ke dokter gigi karena gigi geraham saya goyang. Awalnya, saya tidak langsung meminta untuk cabut gigi.
Maka dokter memeriksa tekanan darah saya. Ternyata lumayan tinggi diatas 130/80. Saya pun mendapatkan obat penurun darah tinggi dan pereda nyeri. Kata dokter yang praktek di Faskes 1, saya bisa periksa ke dokter gigi yang praktek di sore hari. Surat rujukan pun saya terima. Diagnosanya adalah gingivitis. Lalu sore harinya saya periksa gigi ke dokter gigi.
O,ya surat rujukan ini berlaku hanya sekali. Artinya, jika setelah pemeriksaan pertama ke dokter gigi sudah selesai, maka surat rujukan tidak berlaku lagi untuk kunjungan ke dokter gigi selanjutnya. Jadi harus melalui faskes pertama dulu, diobservasi keluhannya, lalu minta surat rujukan lagi jika perlu ke dokter gigi lagi.
Prosedurnya tidak rumit kok. Yang penting melalui tahapan yang sesuai. Pertama ke faskes 1. Lalu jika perlu mendapat rujukan ke dokter gigi. Jika dokter gigi pertama tidak mampu menangani untuk kasus yang cukup berat, bisa mendapatkan rujukan ke rumah sakit sesuai keinginan pasien yang melayani BPJS kesehatan.
Pengalaman Periksa Ke Dokter Gigi Saat Gigi Geraham Atas Goyang
Sesampainya saya ditempat praktek dokter gigi, ternyata antiannya sudah lumayan banyak. Praktek buka jam 16.00 dan pendaftaran tutup sampai pukul 17.00. Saya datang hampir pukul setengah lima sore. Ternyata sudah banyak yang mengantri pendaftaran sejak jam setengah empat sore. Hm, lumayan banyak juga ya yang bermasalah dengan gigi.
Saya melihat, tidak semua pasien membawa surat rujukan BPJS. Artinya, mereka membayar sendiri biaya periksa ke dokter giginya. Sepertinya hanya saya yang memakai surat rujukan dari klinik faskes pertama. Lumayan lho padahal. Untuk tindakan medis dan obat-obatan saya tidak mengeluarkan biaya sama sekali karena ada BPJS yang menanggung.
Gigi saya yang rasanya senut-senut membuat saya bertanya-tanya amankah mencabut gigi geraham atas? Sepertinya nyali saya belum cukup kuat untuk soal cabut gigi ini. Maka kali ini saya tidak request untuk cabut gigi, hanya sekedar memeriksakan bagaimana kondisi gigi saya. Dokter gigi perempuan itu tampak sabar mendengarkan keluhan saya.
Sang dentist lalu menyuruh saya untuk berbaring di kursi panjang. Dengan menggunakan senter, beliau memeriksa gigi geraham atas saya. Saya berkumur sesuai anjurannya. Gusinya bengkak, kata beliau. Lalu beliau membersihkan karang gigi disekitar gigi geraham atas saya yang sakit menggunakan alat. Suaranya terdengar kasar ditelinga saya. Linu.
Wah, giginya sudah goyang betul ya, kata beliau lagi. Ini karena karang gigi yang sudah terlanjur masuk ke dalam bagian gusi sehingga mengganggu akar gigi yang menyebabkan gigi goyang. Coba periksanya dulu sebelum terlanjur seperti ini, ujarnya. Saya manggut-manggut. Iya, sih sebenarnya gigi saya mulai goyang sejak 6 bulan yang lalu.
Waktu itu saya hanya mengenggap sepele. Ah, tidak apa-apa. Nanti juga tanggal sendiri giginya pikir saya waktu itu. Ternyata tidak semudah itu, Ferguso. Gigi geraham atas tidak boleh sembarangan dicabut sendiri. Harus melalui prosedur oleh pihak yang berkompeten. Tekanan darah saya tidak boleh tinggi.
Setelah berkumur, saya pun duduk kembali. Saya mendapatkan dua macam obat untuk meredakan sakit. Saya pun pulang. Setelah minum obat, nyeri di gigi berangsur menghilang. Kondisi mulai membaik dan saya dapat beraktivitas kembali dengan tenang. Gigi tidak senut-senut yang mengukuhkan bahwa sakit gigi itu membuat sengsara.
Pengalaman Cabut Gigi Geraham Atas
Dua minggu kemudian, sakit gigi saya kumat. Senut-senut lagi. Kembali saya periksa ke Faskes 1 dan minta surat rujukan kembali. Lalu sorenya saya pergi ke dokter gigi lagi. Dokter pun, melakukan perlakuan yang hampir sama saat saya kesana pertama kali. Saya bilang kumat lagi. Lalu dokter memberi obat yang berbeda dari yang pertama.
Menurut beliau, jika tensi saya sudah normal, gigi tidak sakit memang sebaiknya gigi geraham atas dicabut saja. Hal ini mengingat kondisi gigi yang sudah othal athil dan mengganggu kenyamanan dalam beraktivitas. Toh, mempertahankan gigi dengan kondisi seperti ini juga unfaedah. Tidak berfungsi dengan baik malah bisa mengganggu gigi yang lain.
Begitu obat sudah habis, dan kondisi gigi sudah tidak sakit saya bertekad untuk mencabut gigi saja. Maka saya periksa ke Faskes pertama dan menyampaikan maksud saya untuk cabut gigi dan minta surat rujukan. Dokter umum yang praktek di klinik Faskes 1 memeriksa tekanan darah saya. Ternyata cukup tinggi.
Menurut beliau, jika saya minum obat penurun tensi selama dua hari dan tensi tidak turun, maka perlu periksa ke dokter internis. Dokter internis ini yang berhak memberikan rekomendasi apakah saya cukup aman untuk mendapat tindakan cabut gigi geraham atas. Saya pun pulang dengan harap-harap cemas.
Dua hari kemudian saya kembali ke dokter umum di faskes 1 lalu memeriksa tekanan darah saya. Ternyata sudah cukup baik. Maka saya pun bisa mendapatkan surat rujukan untuk cabut gigi di dokter gigi. Jadi, ya begitulah akhirnya saya pun kembali ke dokter gigi dan cek tensi dulu sebelum tindakan.
Saya deg-degan dengan hasil tensi pertama masih tinggi. Lalu dokter mengulang sambil mengatakan bahwa saya harus tenang tidak boleh panik. Ajaib, tensi bisa turun lho. Maka dokter gigi pun segera mencabut gigi saya dengan hati-hati. Puji Tuhan semuanya lancar. Saya pun menggigit kapas selama 30 menit sampai darah mengering.
Amankah Mencabut Gigi Geraham Atas Saat Tensi Tinggi?
Jika setelah 30 menit, darah masih mengucur, saya gigit kapas lagi. Dokter menyarankan agar saya tidak makan minum yang panas-panas dulu. Kalau perlu bagian pipi yang dekat gigi cabutan boleh kompres dengan es batu. Dokter memberi obat pereda sakit yang harus saya minum jika terasa nyeri. Lalu ada obat antibiotik yang harus saya habiskan selama 3 hari.
Yang penting tekanan darah terkondisikan saat akan mencabut gigi geraham atas . Semuanya harus melalui prosedur pemeriksaan yang benar. Saya menerima obat sakit gigi Zetamol untuk pereda nyeri sakit gigi. Dan obat antibiotik Amoxilin trihydrate yang harus saya habiskan. Memang aturan obat antibiotik itu seperti itu.
Konon, jika obat antibiotik tidak habis dapat menyebabkan mutasi gen bakteri yang tentunya tidak kita inginkan dampak buruknya. Rasanya lega dan plong setelah cabut gigi geraham atas. Segala kekhawatiran saya hilang musnah. Ada penyesalan dalam hati, kenapa tidak dari dulu saja saya mencabut gigi? Kenapa harus menunda-nunda waktu?
Saya pun bersyukur, berkat menggunakan fasilitas BPJS, saya tidak mengeluarkan biaya sepeserpun alias gratis atas segala obat-obatan dan tindakan cabut gigi geraham atas saya. Padahal kalau tanpa BPJS, biaya mencabut gigi geraham atas itu ratusan ribu. Belum termasuk obat-obatannya.
Pelayanan yang saya dapatkan pun sangat baik. Berlaku di klinik Faskes pertama dan kunjungan periksa ke dokter gigi pun saya merasakan kepuasan. Sakit gigi yang menyeramkan awalnya menjadi tidak menyedihkan buat saya. Namun saya tidak ingin sakit gigi lagi. Penginnya gigi saya tidak mudah goyang lagi.
Jika ada yang mengajukan pertanyaan amankah mencabut gigi geraham atas? Berdasarkan pengalaman, menurut saya aman. Asalkan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dalam kasus saya, jika tensi masih tinggi namun tetap nekad untuk mencabut gigi selalu ada resiko yang menyertai. Dokter gigi pun tak akan sembarangan melakukan tindakan.
Mitos dan Resiko Mencabut Gigi Geraham Atas
Mencabut gigi saat kondisi tekanan darah tinggi maka akan ada resiko terjadinya pendarahan yang dalam kondisi parah dapat mengakibatkan kematian. Selain itu organ tubuh yang lain pun dapat terkena imbasnya termasuk susunan syaraf yang sangat komplek akibatnya tentu saja. Maka, menjaga tensi tetap stabil menjadi keharusan.
Selama ini ada anggapan jika mencabut gigi geraham atas dapat menyerang syaraf mata hingga kebutaan. Benarkah? Sekedar mitos atau fakta? Jawabannya adalah mitos! Karena sejatinya susunan syaraf gigi dan syaraf mata itu berbeda dan berlainan jalur. Jadi tak perlu khawatir berlebihan, ya! Ikuti saja prosedurnya dengan baik.
Yuk, sayangi gigi kita selalu. Buat hidup selalu berwarna dan jangan biarkan sakit gigi mengganggu kenyamanan beraktivitas.
Keep healthy life!