Mengajari anak mengelola keuangan sejak dini itu penting
Anak minta jajan. Berapa kali dalam sehari anak jajan? Berapa jumlah uang sakunya? Pasti tiap orangtua mempunyai aturan sendiri tentang hal ini, ya Bun! Tentunya harus menyesuaikan dengan kemampuan finansial jangan sampai memberatkan. Jujur saja, sebagai orangtua, saya dan suami tidak mempunyai patokan yang baku tentang hal ini.
Kami sepakat untuk menganut asas ekonomi. Mengeluarkan biaya serendah-rendahnya untuk mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya. Jangan sampai besar pasak daripada tiang. Lagipula, selama kebutuhan anak terpenuhi secukupnya di rumah, apakah masih perlu jajan di luar? Sesekali mungkin tak apa, tapi kalau keseringan?
Nah, ini yang perlu menjadi perhatian. Yang namanya anak kecil, biasanya kan suka tiru-tiru atau ikut-ikutan teman-temannya. Saat di sekolah, teman-temannya jajan, masa iya anak saya tidak ikut jajan? Kan kasihan ya. Namun, perkara jajan ini sebenarnya hanya soal kebiasaan. Saat anak bawa bekal dari rumah, mau jajan apalagi? Perutnya sudah begah.
Alasan Anak Minta Jajan
Ada banyak alasan mengapa anak suka jajan. Salah satunya adalah karena ikut-ikutan teman. Yang namanya anak-anak, masih suka meniru temannya. Ketika ia berteman dengan anak yang suka jajan, maka ia akan terpengaruh untuk ikut jajan. Hal itu dapat menjadi suatu kebiasaan yang mungkin akan berlangsung secara terus menerus.
Alasan lainnya adalah jajan itu merupakan kegiatan yang menyenangkan. Orangtua saja suka belanja ini itu, ya kan? Karena memang berbelanja mempunyai efek yang dapat meredakan stress. Membelanjakan sejumlah uang untuk mendapatkan sesuatu entah itu makanan atau barang dapat menenangkan jiwa.
Namun, karena anak masih bertumbuh kembang dan belum sepenuhnya mengerti tentang mengatur keuangan, maka orangtua dapat membimbing anak agar dapat membelanjakan uang secara cerdas. Belanja berdasarkan kebutuhan bukan karena keinginan yang tiada habisnya. Anak akan belajar tentang menahan hawa nafsu.
Anak Belanja dengan Bijak
Kalau ada pertanyaan, sebenarnya anak minta jajan itu boleh atau tidak? Tentu boleh dong. Masak tidak boleh. Kejam sekali kalau tidak boleh. Coba ingat-ingat di masa kecil bu ibu sekalian, suka jajan atau tidak? Lupakah pada senandung dan mata yang berbinar-binar saat orangtua memberi uang untuk jajan?
Nah, demikian pula halnya dengan anak kita. Mereka akan senang dan berseri-seri saat dapat membeli sesuatu yang menjadi incarannya. Sebuah permen pun dapat membeli kebahagiaan seorang anak kecil. Tak selamanya jajan itu tidak baik. Sebagai orangtua berkewajiban untuk mengarahkan anak tentang apa saja yang menjadi kategori jajanan aman.
Baik itu makanan atau mainan. Ajarkan anak untuk dapat membelanjakan uang dengan bijak. Saya jadi mau cerita tentang pengalaman saya dengan anak wedok yang berkaitan dengan soal jajan ini. Berbeda dengan kakaknya yang sudah dapat membedakan keinginan dan kebutuhannya, anak wedok ini lebih random kalau jajan.
Setiap saya mau ke warung, dia akan ikut. Lalu dia akan menunjuk makanan atau mainan yang menjadi keinginannya. Jika saya bilang tidak, moodnya langsung berubah seketika. Ngambek. Kalau saya biatrkan, lama-lama bisa tantrum dia. Saya heran dengan perubahan sikapnya soal lapar mata saat belanja. Padahal dulu waktu kecil dia tidak terlalu suka jajan.
Dulu, setiap kali saya ke supermarket, anak-anak tidak serta merta minta ini itu kalau tidak saya tawari mau apa. Namun seiring berjalannya waktu, anak-anak mulai terdistraksi dengan pola asuh dari neneknya, saudara-saudaranya, teman-temannya yang notabene sudah mengenal kata jajan. Anak saya mulai berani minta macam-macam, bahkan tak jarang yang harganya mahal.
Manfaat Jajan
Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Jika terarah, anak dapat belajar dari aktivitas jajan. Saat ini, anak wedok sudah tidak terlalu sering frekuensi minta jajan. Saya mulai memberinya tanggung jawab untuk mengelola uang saku. Misalnya saya memberinya uang saku 2 ribu rupiah setiap hari, ia tidak menghabiskannya sekaligus untuk jajan.
Uang saku itu lebih sering masuk ke celengannya. Alasannya mungkin karena saya membawakannya bekal setiap hari. Anak wedok hanya bilang sesekali ingin membeli batagor dan es krim yang ada di sekolahnya. Deal. Saya menyetujui keinginannya. dengan sayarat dan ketentuan berlaku, jajanannya cukup bersih dan aman untuk kesehatan perut.
Kali lain anak wedok menginginkan mainan yang cukup mahal, saya menawarkannya untuk memakai uang tabungannya. Ini berlaku jika belum lama membeli mainan tapi sekarang sudah minta mainan baru lagi. Bisa full dari tabungannya atau fifty-fifty dengan uang dari saya. Kalau saya memang berniat membelikannya sesuatu, uangnya full dari saya.
Dari kesepakatan ini, saya berharap anak dapat mengenal arti tanggung jawab dan disiplin. Membeli tak sekedar membeli tapi memang karena butuh barang yang dibeli. Selain itu anak juga dapat belajar tentang skala prioritas. Harus mendahulukan apa dulu. Saya juga mengejarkan tentang hak dan kewajiban.
Baik anak lanang dan anak wedok berlaku aturan jika mereka sudah melakukan kewajibannya, boleh menanyakan tentang haknya. Tapi tidak berlaku seterusnya. Hanya kadang-kadang, sebagai rewards saat mereka menuai prestasi atau menunjukkan achievement yang cukup membanggakan.
Need Vs Want
Secara perlahan tapi pasti, saya dan suami mengenalkan anak-anak tentang keinginan dan kebutuhan. Bahwa membeli segala sesuatu itu hendaknya berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan. Kebutuhan karena memang butuh lalu selesai. Sedangkan jika berdasarkan keinginan, tak akan ada habisnya dan biaya yang keluar akan sia-sia.
Misalnya, anak-anak memiliki sepatu berdasarkan kebutuhan. Tidak perlu mempunyai banyak sepatu yang warna warni jika tidak terlalu butuh. Selain pemborosan, membeli banyak sepatu hanya untuk duwen-duwen itu memakan banyak tempat dan membutuhkan banyak waktu dan biaya untuk perawatannya.
Anak juga perlu mengenal tentang proses dan perjuangan. Ketika anak wedok ingin membeli barang yang cukup mahal dan uang tabungannya belum cukup, saya mengajarinya agar mau bersabar sambil tetap menabung sampai uangnya cukup untuk membeli barang yang menjadi kebutuhan dan keinginannya.
Dengan demikian anak akan terbiasa untuk mau berusaha jika ingin mendapatkan sesuatu. Tidak serta merta “menodong” orangtua untuk membelikan barang yang menjadi permintaannya. Selain itu, sikap disiplin, konsitensi dan setia dengan proses akan dapat terbentuk seiring dengan perjalanan waktu.
Orangtua dapat memberi contoh dengan baik. Misalnya kalau pengalaman saya adalah dengan rutin memasak di rumah untuk seluruh anggota keluarga yang tentunya lebih hygienis dan menghemat pengeluaran. Sesekali makan bersama di luar tak apa, tapi tidak terlalu sering. Biasanya hanya saat ada yang berulang tahun atau acara bersejarah lainnya.
Lalu soal pakaian juga seperlunya. Tidak terlalu sering membeli baju baru jika masih banyak baju lama yang masih bagus. Kecuali kalau memang banyak baju yang sudah sesak, maka perlu anggaran untuk pengadaan baju baru sesuai kebutuhan. Ingat, ya! Berdasarkan kebutuhan, bukan karena keinginan semata. Buat hidup selalu berwarna dengan minim dana.
Tetap semangat!
Sepakat mbak, boleh kok anak mengenal jajan asal diajarkan juga untuk sesuai kemampuan dan orang tua tak memaksakan diri.
Saya punya tetangga yang hampir tiap hari mengeluh karena nggak ada uang untuk kasih uang jajan pada anaknya yang mau pergi mengaji di sore hari. Udah sering dibilangi, kalau emang nggak ada, ya nggak usah dikasih uang jajan, lagian mengaji kan paling cuma 2 jam. Sebelum atau setelah ngaji bisa makan dulu di rumah.
Ada seorang teman yang merasa bangga karena “anaknya tidak tahu uang” karena semua kebutuhannya selalu mereka penuhi. Ya tentunya gaya pengasuhan masing-masing keluarga berbeda ya.. Kalau saya pribadi lebih suka mengajarkan arti uang sejak kecil. Misalnya dengan cara meminta mereka belanja ke warung dengan list belanjaan tertulis. Sekarang, kedua anak saya (SD dan SMP) menggunakan jatah uang mingguan. Jadi ketika mereka jajan/belanja, mereka bisa belajar menghitung kecukupan jatah uangnya.
Ada kejadian lucu yang jdi pelajaran banget buat anak saya. Yakni sewaktu pulang skolah, dia mampir “Lingkaran K” bareng temennya. Di sana dia tertarik beli es krim yang ternyata harganya 25rb plus jajan lain 10rb. Total 35rb. Padahal itu hari senin. Otomatis, sampai Jumat (5 hari sekolah), uangnya tinggal 15 rb hahaha
Morning mom Julia,
Anak-anakku termasuk telat mengenal jajanan. Dari TK- kelas 5 SD mereka tidak dapat uang saku. Karena ke sekolah lengkap bekalnya. Namun setelah kelas 6 SD aku memberikan uang saku karena sekalian les. Puji Tuhan anakku bisa sisihkan sedikit belajar nabung untuk bisa beli barang kesukaannya walaupun akhirnya ditambahkan juga sama orangtuanya
Pembelajaran yang baik untuk anak-anak dalam mengelola keuangan yaa.. karena kebutuhan akan uang ini bisa jadi suatu saat sedang ada, dan bisa jadi juga sedang tidak ada. Sehingga ketika memberi pengertian kepada anak-anak akan need vs want bisa masuk.
Tapi kadang tuh ya.. orangtuanya sendiri yang atas dasar self love, beli sesuatu berdasarkan “keinginan” semata bukan kebutuhan. Huhu…
Jadi kudu seiring sejalan dengan apa yang diajarkan terhadap anak-anak yaa..
Aku juga sedang memberlakukan hal yang sama niih. Boleh jajan tapi hanya sesekali. Yang penting di rumah juga kita menyediakan banyak makanan dan mengajak anak-anak bikin cemilan bareng.
Setuju banget, dari kecil anak-anak juga diajarkan needs vs wants. Supaya nanti lama2 terbiasa bisa membedakan mana yang betul kebutuhan mereka, mana yang bukan.
Anak minta jajan, biasanya ada syarat dan ketentuan berlaku. Setuju mba, pentingnya mengajarkan need vs want.
Klo anakku lg nggak bawa snack aku kasih lebih tapi klo udah bawa biasanya 5rb paling besar, utk 3 sd. Suka sisa, nggak ditabung tapi dia bilang buat besok aja ku tinggal nambahin 2-3 rb
Sejak kecil aku udah mengenalkan arti uang, cara membedakan keinginan dan kebutuhan pada dua anak cowokku. Sukses sih sampai dia kuliah juga aman uang saku ditabung sebagian. Tapi begitu udah dewasa dan pegang uang dari kerja, dia masih suka belanja sesuai keinginannya. Baru punya tabungan di reksadana dikit udah pengen beli ini itu, harus nikah sih baru ngerti kebutuhan rumah tangga itu banyak, hahahaa
Nah iya mba kadang anak jajan karena ikutan ama temannya. Padahal makanan juga bawa dari rumah. Edukasi ke anak tentang pengelolaan keuangan ini penting
Setujuu dan sudah takterapin sejak lama makk…anak2 kalau mau main sama tmn sekolahnya di playground atau kidzania mereka nabung.
Ada reward dpt uang dari saya ada syarat2nya nah mereka kejar itu supaya uangnya ditabung buat main atau bsk anak2 edutrip dr sekolahan dg biaya yg mahal dari tabungan mereka.
susah susah mudah sih emang mengenalkan anak pada konsep keuangan di awal
dibeliin mainan terus ga mendidik, tidak dibelikan sama sekali juga tidak baik karena akan membekas trauma di hati anak
terimakasih banyak mbake infonya bermanfaat banget
Jadi ingat keponakan yang waktu itu minta uang dan kubilang buat bantu-bantu dulu biar dapat bayaran. Eh dilakuin beneran, tapi agak salah stategi karena jadi berharap imbalan, hahaha. Asli PR sih, tapi kuyakin sebenarnya anak bisa diajari buat ngelola keuangan dengan baik dan bijak
wah sama nih sama aku mak Juli. kalau urusan jajan anak itu agak hati2. Sekalian ngajarin anak juga tentang pentingnya kebutuhan sama keinginan
Wah iya, emang kalau anak minta sesuatu, saya juga sering nanya juga
Itu butuh atau cuma pengen ya
Alhamdulillah sejauh ini anak anak koperatif
Needs vs Wants…memang mesti diajarkan sejak dini ya Mbak. Kalau dari mula sudah dibiasakan untuk mengelola uang, memprioritaskan kebutuhan akan baik seterusnya nanti. Inspiratif tipsnya agar anak bijak mengelola uang dan seputar minta jajan
Dulu zaman anak masih kecil kami jarang jajan krn kalau belanja bulanan nytok. Jadi kalau mau jajan snack ambil dari stok snack2.
Tapi seiring anak2 udah SD mulai deh tuh diajarin literasi keuangan, diajak belanja, bayar di kasir biar berani hehe.
Tp kebiasaan jajan itu emang gk ada, makanya anak2 gk kenal sejenis kinderjoy dll, paling minta es krim aja xixixi.
Tapi bener anak2 kudu diajarin kalau jajan butuh duit dan duit gk datang gtu aja yaa.
TFS.
Anak saya yang mbarep sejak kecil kurang suka jajan. Cukup yang disediakan di rumah. Eh yang kedua malah kebalikannya. Semua jajanan dia suka. Di rumah ada malah tetap beli. Padahal teknik asuhnya sama. Selama masih on budget uang jajannya sendiri, saya izinkan, meski kadang tetap saya nasihati juga.
Ini misteri bagi saya. Tenyata saya tidak sendiri….
Makin gede anak udah tahu uang, kadang disimpenin ama aku, eh dia inget mana uangku katanya. Memang sih kalau anak mau jajan, aku lihat dulu kalau sekiranya bisa pending mending kasih alasan ke anak biar nanti lagi jajannya atau kalau yang dia mau harganya agak tinggi ya mending sekalian diajarin nabung
Anak wedokku alias si sulung pernah gitu, mbak. Tantrum ketika keinginannya tidak terpenuhi. Tapi dengan sekuat baja diriku menahan malu dilihat orang banyak, tetap saja barang itu tidak kubelikan. Satu kali pengalaman tantrum itu dan tetap ibunya tidak luluh, maka akhirnya hal itu jadi awal si anak tau perbedaan mana yg benar2 dibutuhkan atau sekadar pengin.
Setuju! Membeli sesuatu hanya karena duwen-duwen akan memakan tempat dan membutuhkan biaya yang tak ada habisnya. Saya juga sebagai orang tua masih belajar ketika anak meminta jajan dan memikirkannya lagi apakah benar-benar butuh atau sekadar ingin saja. Kalau sekadar ingin ini nih yang butuh kesabaran untuk menjelaskan supaya anak mengerti, ya nggak sih mbak?
Mengenalkan anak untuk bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan emang penting banget sih Mak. Setidaknya dari proses tersebut, anak juga belajar buat jadi decision maker. Kadang kalau dari orang tua terus-terusan memutuskan dengan dalih “demi kebaikan anak”, saat dewasa nanti takutnya malah nggak bisa bikin keputusan sendiri 🙁