Candu Itu Bernama Instagram

 

I Swear I swear..by the moon and the star in the sky I swear..like a shadow that’s by your side.. . . Lyrics of song “I Swear” by All 4 One . . #song #shadow #iswear #all4one #beach #pantai #sea #holiday #kids #momblogger #socialmediamom #juliastrisn #likeforlike #like4like #liburan #penampakan #bayangan #happyfamily #jogja #gunungkidul #vacation #jalanjalan #poktunggal

Sebuah kiriman dibagikan oleh Juliastri Sn (@juliastrisn) pada

Instagram. Ada yang belum punya akun Instagram? Panganan opo kuwi? Nggak papa, bagi yang belum punya akun Instagram, It’s never mind. Nggak ada yang mewajibkan untuk punya kok. Sah-sah saja hidup aman damai sentosa tanpa hiruk pikuk selebgram yang membahana.

Sebelum membahas apa itu Instagram, mari kita flashbackΒ sejenak ke jaman baheula untuk mengenang evolusi foto dari waktu ke waktu sebelum era Instagram merajai hingga detik ini.

Foto Hitam Putih

Hitam putih fotomu..

Ada yang tahu syair lagu dari Ratih Purwasih ini? Iyess..Ratih Purwasih adalah adik kandung dari penyanyi ngehits di jamannya yaitu Endang S Taurina. Apah? Ada yang tidak kenal dengan duo penyanyi legendaris ini? Fine..berarti Anda termasuk angkatan di atas 80-an yang artinya saya adalah angkatan bangkotan. No problem, ini bukan masalah tua atau muda sebenarnya, hanya masalah siapa yang lahir lebih dulu. Case closed! Xixixixi..

Back to masalah foto hitam putih tadi. Ada yang masih punya pas foto hitam putih? Untuk ijazah, pakai ukuran 4×6 hitam putih, untuk raport ukuran foto 3×4 hitam putih dan untuk KTP ukuran foto 2×3 hitam putih. Harganya? Tanya saja ke tukang afdruk foto terdekat yang berjajar di sepanjang jalan serupa kios berlampu petromax di siang hari. What ? Sudah nggak ada? Trus pada kemana mereka sekarang ya..?

Jaman saya, proses afdruk foto ada yang membutuhkan waktu secepatnya 3 hari di studio. Lalu muncul afdruk foto yang kilat hanya 10 menit di kios-kios itu. Harganya pun beragam, lupa-lupa ingat sekitar dua ratus rupiah per lembar untuk pas foto ukuran 3×4 di tahun. Murah? Tapi itu tahun 1990-an lho, jaman dimana US dollar masih dua ribu lima ratus rupiah dan harga beras masih lima ratus rupiah untuk satu kilogram. Situasi negara masih aman, belum mengalami inflasi dan krisis moneter.

Saya masih ingat, waktu saya SMP, foto di studio foto yang paling bagus untuk keperluan ijazah satu kali potret tiga puluh ribu rupiah. Harga itu sudah include biaya foto, klise dan 2 lembar cetakan hasil pas foto ukuran yang kita mau sebanyak dua lembar. Jadi kalau jumlah foto dirasa masih kurang, maka akan kena charge tambahan cetak foto.

Hasil foto pun tidak langsung jadi. Menunggu waktu lamanya tiga hari. Jadi selama tiga hari itu saya menunggu dengan harap-harap cemas karena tidak tahu bagaimana hasil fotonya nanti. Jangan-jangan pas merem, jangan-jangan wajahnya pas tidak simetris, agak miring ke kiri atau ke kanan..Haduh! Maklumlah, sekalipun tukang fotonya sudah memberi arahan gaya, tapi kan tidak bisa dilihat hasilnya saat itu seperti kamera digital jaman sekarang? Nah, itu sensasinya.

Saya masih ingat bagaimana rasanya girang bukan main jika hasil fotonya bagus. Klise-nya disimpan baik-baik supaya suatu saat bisa afdruk lagi. Ada yang belum tahu bagaimana bentuk klise? Klise itu negatif dari foto. Hasil dari roll film. Hard copy Β ya berarti, serupa CD kalau jaman sekarang. Klise warnanya hitam kecoklatan. Foto kita tampak seperti bayangan saja. Cara melihatnya dengan diterawang di bawah cahaya.

4×4=16, sempat tidak sempat harap dibalas #eh

Foto berwarna

Lama kelamaan, foto hitam putih dirasa kurang afdol. Lalu ditemukan foto berwarna. Full color. Kita pakai baju merah, hasil fotonya juga merah. Bukan hitam atau putih.

Cara mencetak pun mulai bisa dipercepat prosesnya. Tak perlu menunggu berhari-hari. Cukup beberapa menit saja. Bahkan sejak ditemukan adanya polaroid, hasil foto bisa langsung tercetak beberapa menit setelah diambil gambar fotonya. Mulai instan dan praktis.

Foto Laser

Dulu, sempat ada trend foto laser. Foto yang sudah berjamur bisa disulap menjadi cling setelah di laser. Hasil fotonya, lho ya..kalau foto masternya yang berjamur mah tetep.

Foto laser ini pakai kertas foto biasa. Gambar yang dihasilkan menjadi semacam sketsa yang bisa berwarna hitam putih atau berwarna. Foto laser ini sempat booming di tahun 1990-an. Ibu saya menjadi korbannya. Apa-apa fotonya di laser, digedein ukurannya, di pigura trus digantung deh dipasang di tembok. Ah, masa lalu.. πŸ™‚

Era Digital

Waktu terus bergerak. Banyak inovasi yang ditemukan. Salah satunya adalah kamera digital. Dengan kamera ini, roll film tidak diperlukan lagi. Tinggal cekrek..cekrek..simpen deh. Hasilnya pun bisa langsung dilihat dan bisa memilih untuk dicetak. Waktu memakai roll film kan kita tidak bisa mengedit gaya. isi 36 roll film bisa kepakai semua entah pose bagus atau jelek. Bisa memilih foto yang bagus atau jelek setelah di cetak.

Maka terpujilah para penemu kamera digital. Lebih praktis, murah dan cepat diketahui hasilnya. Mau pose puluhan bahkan ribuan kali nggak usah takut boros roll film yang terkenal mahal itu. Paling cuma memorinya saja yang habis sama baterai yang ketahuan boros.

Handphone Berkamera

Setelah ditemukannya ponsel, kebutuhan manusia terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi. Kamera saja dirasa tidak cukup dan kurang praktis untuk mengabadikan momen-momen tertentu yang tergolong urgent.

Maka muncullah handphone berkamera. Terasa mudah dibawa dan bisa mengabadikan momen dengan segera. Masih kurang lagi, muncullah kamera depan yang ada di handphone. Dengan kamera depan, semua bisa memotret sendiri atau swafoto atau selfie.

Social Media

Seiring dengan adanya social media, semua orang bebas berekspresi dan membagikannya di media sosial dengan segala kemudahan. Mau sekarang ada di sawah, lalu berswafoto dan dikirim dengan internet di media sosial, dalam hitungan detik penghuni jagad maya tahu kita sedang apa saat ini.

Seingat saya, media sosial yang pertama kali saya punya adalah Friendster. Saya bisa mengunggah foto saya dan bisa dilihat teman-teman di jagad maya dengan cepat. Mereka bisa berkomentar atau sekedar like.

Lalu muncul Facebook, kadar keeksisan di jagad maya semakin meningkat. Teman lama jaman sekolah di masa kecil pun bisa ditemukan dengan facebook ini. Luar biasa ya. Entah apa jadinya jika facebook tidak ditemukan. Mungkin reuni dari teman SD sampai kuliah Β di saat libur tidak segencar sekarang. Boro-boro ngajakin reuni, lha wong kabarnya pun tak tahu. Namun sekarang dengan kekuatan jari, dunia berada dalam genggaman kita.

Kemudian media sosial yang tak kalah ngehits adalah Twitter. Segala rupa berita terkini terangkum dalam satu wadah Twitter. Segala kicauan dari segala ujung penjuru terekam disini. Dalam hitungan detik, kita bisa tahu apa yang sedang terjadi di luar sana.

Setelah Friendster tutup, lama kelamaan Facebook dan Twitter pun dirasa kurang sempurna untuk sharing foto yang bernilai artistik. Maka diciptakanlah Instagram. Dengan tujuan untuk menampung foto-foto secara cepat dan membagikannya kepada follower secara instan, Instagram mampu memikat hati para penggunanya.

Owner Facebook pun terpikat lalu membeli Instagram ini. Fitur Instagram yang awalnya sangat sederhana yaitu hanya upload, kemudian like, komen dan shareΒ pun mulai ditambah dengan fitur lain seperti IG story. Kita bisa menyampaikan berita apa saja secara live dalam waktu maksimal selama 24 jam. Lewat dari waktu itu, IG story kita menghilang dengan sendirinya.

 

Behind The Scene Di balik tawa riang anak-anak dan bapaknya, ada seorang ibu yang setia mencari angle yang pas untuk mengabadikan momen langka liburan yang tidak mesti setahun sekali ini. Dan, seorang ibu juga manusia. Kadang pengin ikut mejeng juga. Meski penampakannya jangan full face. Ndak medeni, dan sedikit mengurangi esensi keceriaan di dalam kolam..*beuh..bahasa apalah ini* :)) . . #holiday #liburan #family #happyfamily #familytrip #vacation #maenaer #anaklanang #anakwedok #aurea #oksandro #wefie #juliastrisn #momblogger #bloggerlife #socialmediamom #likeforlike #like4like #love #kids #swimming #jogja #waterpark #behindthescene #laugh #smile #havingfun #fun #jogja

Sebuah kiriman dibagikan oleh Juliastri Sn (@juliastrisn) pada

Fenomena Instagram

Kehadiran Instagram memberi warna tersendiri dalam kehidupan ini. Saya bisa terkagum-kagum melongo melihat foto yang ciamik. Makanan sederhana yang biasa kita lihat sehari-hari bisa terlihat begitu artistik saat dipoles dengan alas foto yang keren, sangat menggugah selera. Padahal hanya sepotong tahu yang diberi taburan keju dengan background serbet kotak-kotak dan alas foto yang terkesan jadul, tapi bisa terlihat begitu apik.

Pemandangan alam yang ter-capture saat piknik pun bisa terlihat sangat keren begitu masuk instagram. Padahal saat kita ada disana, mungkin biasa-biasa saja. Tapi entahlah, Instagram bisa membuat kita senang mengupload foto-foto yang bisa mengundang like dan komentar dari para followers kita.

Ah, ya..saya juga akan membahas tentang followers di Instagram. Jujur, saya masih belajar tentang cara menaikkan followers secara organik. Bukan secara instant yang tinggal beli, lho. Jaman sekarang, asal ada uang apa-apa bisa dibeli. Followers, like dan komen pun bisa dibeli. Banyak jasa yang menawarkan hal ini.

Saya sering sekali mendapat komen seperti ini : “Kak, fotonya ngehits banget, tapi like dan followernya sedikit ya. Beli aja di bla..bla..bla..dijamin langsung banjir like dan follower dan jadi selebgram.”

Hellow….Bebas saja sih bagi yang beli like dan follower seperti ini. Mungkin karena tuntutan profesi seperti para artis, misalnya. Kan ada dua tipe tuh. Artis yang memang sudah populer, tanpa beli followers pun mereka sudah punya followers banyak yang loyal. Namun ada pula artis yang “maksa”, supaya kelihatan ngehits, mereka beli followers supaya kesannya populer. Ya, nggak papa sih. Hak mereka.

Namun, kalau saya pribadi, sepertinya nggak perlu beli followers atau like demi kepuasan semu. Saya lebih suka semuanya berjalan secara alami. Saya lebih senang orang menyukai foto yang saya share karena memang suka. Dan yang mengikuti saya pun murni karena kemauannya sendiri bukan karena dipaksa.

Jadi saya cukup heran dengan fenomena orang yang suka maksa untuk folback. Begitu di folback, eh dianya unfollow demi supaya followers-nya terlihat banyak, tapi yang di following cuma sedikit. Jadi, merawat followers itu gampang-gampang susah. Mereka datang dan pergi sesuka hati. Biasanya cuma olshop yang suka begitu. Namun, saya merasakan akhir-akhir ini banyak juga teman sendiri yang unfollow tanpa kejelasan. Yo wis, ora popo. Saya nggak terlalu ambil pusing sih. Follow back, syukur..kalau enggak ya kebangetan..#ehgimana

Saat berselancar di Instagram, ada banyak hal baru yang saya dapatkan. Ilmu, info, teman baru dan hiburan tentu saja. Saya bisa ngakak di akun yang lucu-lucu. Lalu geleng-geleng kepala saat mengikuti akun gosip artis. Mendadak ngiler saat di akun foodgram pun bisa tiba-tiba mendera.

Duh, panganan opo iki..koyone kok enak bingits, tapi eman-eman arep diemplok kok bentuke lucu..

Lalu imajinasi saya pun bisa mengembara ketika melihat para traveler yang satu waktu di tempat ini, dan di kesempatan lain bisa berada di belahan dunia yang kayaknya jauh sekali dari peradaban. Tapi pemandangannya begitu indah. Kadang terselip rasa iri juga, kapan ya saya bisa kesana. Instagram bisa buat baper kan..Hih..

Secara langsung atau tidak, diakui atau tidak, kehadiran Instagram bisa mempengaruhi gaya hidup kita. Jaman dulu, mau makan ya makan saja. Sekarang? Boro-boro berdoa dulu sebelum makan. Secepat kilat secepat kecepatan cahaya, ambil handphone berkamera, cekrek..cekrek..upload deh. Makanan utuh yang belum tersentuh meski perut sudah keroncongan pun harus diabadikan segera. Demi kekinian, demi mengundang selera dan demi-demi yang lain.

Jaman dulu pun, mau piknik, piknik saja. Nggak terlalu ambil pusing harus foto-foto, lalu di share kepada teman. Malah kadang penginnya piknik itu yang lengang, jauh dari kebisingan dan orang lain nggak perlu tahu.

Ciri-ciri Orang Yang Kecanduan Instagram

Kecanduan artinya sangat tergantung pada sesuatu. Hidup terasa hampa jika yang dicandu tidak ada. Bayangkan jika Instagram sangat berpengaruh dalam kehidupan kita dan tidak bisa lepas, itu artinya kita telah kecanduan Instagram.

Mau tahu apa ciri-cirinya? Atau jangan-jangan kita adalah salah satu pengidapnya? Yuk, deh coba dicocokkan.

  • Bangun tidur langsung pegang handphone

Bangun tidur bukannya segera mandi dan sikat gigi, langsung pegang handphone dan membuka akun Instagram. Ya sekedar ngecek upload-an foto kemarin. Yang sudah like berapa orang, ada yang komen atau enggak.

Lalu ngecek akun Instagram teman. Sempat takjub dan baper saat melihat foto teman yang kayaknya biasa-biasa saja kok yang like bisa ratusan bahkan ribuan. Lalu tersipu malu saat melihat jumlah like di foto sendiri. What’s wrong?

  • Suka jalan-jalan

Jalan-jalannya bukan sekedar untuk refreshing, tapi lebih ke mencari spot yang bagus demi hasil foto yang instagramable. Mata jadi lebih jelalalatan, dan suka berteriak kegirangan saat melihat lokasi yang dirasa tepat.

Jaman memang sudah berubah. Kalau dulu tembok lumuten itu kurang sedap dipandang mata, sekarang bisa jadi background keren untuk mendapatkan foto yang aduhai di instagram. Ala vintage gitu. Dan kesannya sedikit artistik.

Atau talenan yang sudah bulukan itu barang yang seharusnya dimuseumkan, sekarang bisa jadi alas foto nan cetar membahana. Modusnya sama : ala vintage dan instagramable. Byuhhh..

  • Suka Baper

Perasaan foto sudah bagus. Caption dibuat menarik. Pakai hastag segambreng. Kok yang like cuma bisa dihitung dengan jari ya? Aya naon? Iri dengan upload-an foto artis yang baru berapa detik saja yang like sudah ribuan. Lupa bahwa like itu bisa saja dibuat.

Tapi, ya namanya baper tetaplah baper. Susah diobati seketika. Tanpa sadar, iri hati bisa membuat penyakit batin yang susah disembuhkan.

Apakah Kecanduan Instagram Itu Merugikan?

Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Ketika seseorang kecanduan, dia bisa lupa segalanya. Lupa makan, lupa mandi dan lupa prioritas utamanya apa. Bisa pula mengarah pada kecenderungan egois, tidak mau mengalah dan tidak peduli kepada yang lain.

Oleh karena itu, sebaiknya sih segala sesuatu yang sedang-sedang saja. Pas. Tidak perlu berlebihan. Boleh suka dengan instagram, tapi tetap tahu aturan. Saat jam kerja atau sedang bersama anak, ya sebaiknya ditunda dulu hasrat untuk main instagram. Kasihan kan anaknya bisa terlantar gara-gara emaknya main instagram seharian? Duh..miris..

Semua kendali ada di tangan kita sendiri. Jangan sampai kehadiran Instagram malah merusak hubungan baik dengan orang-orang terdekat. Jaman memang selalu mengalami perubahan, namun prinsip hidup yang baik harus selalu dipertahankan supaya tidak tergerus oleh jaman.

Instagram bisa diibaratkan bagai pisau, yang bisa melukai namun bisa pula membantu pekerjaan memasak. Tergantung dari peran kita untuk menjadikan pisau sebagai apa.

Instagram bisa digunakan untuk membangun personal branding. Saya beberapa kali mendapatkan job campaign dari instagram. Dan itu sangat menyenangkan. Melakukannya dengan fun dan sepenuh hati, dibayar pula. Siapa yang menolak?

Have fun! πŸ™‚

Hello Hari ini adalah kemarin yang sekarang Besok adalah hari ini yang akan datang Kemarin adalah hari ini yang telah lalu Apapun itu, jadikan hari ini lebih baik dari kemarin Dan bersiaplah menyongsong masa depan yang terencana . . #quoteoftheday #hello #apakhabar #love #pantai #beach #krakal #jogja #gunungkidul #momblogger #bloggerlife #socialmediamom #sea #laut #keindahan #panorama #likeforlike #like4like

A post shared by Juliastri Sn (@juliastrisn) on

Share

Author: Juliastri Sn

Mom of two. Lifestyle Blogger. Entrepeneur.

50 thoughts on “Candu Itu Bernama Instagram”

  1. duh sepertinya aku kecanduan instagram mba, ga bisa diem beberapa menit sekali aja musti penasaran pengen cek instagram. hahaha :v tapi ya aku orangnya ga baperan cuma penasaran.

  2. Cantik ya mbak, foto hitam putihnya, pas banget! Iya, ya mbak, aku juga kayaknya kecanduan dengan instagram ini, senang aja kalau foto berwara-wiri nangkring di akun medsosku. Kalau kita lihat dari perkembangan zaman, dulu susah banget ya kalau mau berfoto, makanya kadang fotonya tergolong kaku, dan kurang menarik, sekarang tinggal jepret-jepret aja seenaknya. πŸ˜€

  3. Gegara instagram banyak yang jadi seleb dadakan yo, followernya puluhan ratusan ribu. Ada akun emak2 di sukabumi semua dishare mulai dr lokasi rumah plus isinya, mobil, lg beli emas sampek alamat skul anak. Duh, ngga takut dirampok yaa..

  4. Dulu awal punya android kecanduan banget karena posting karya tapi sekarang udah gak asik karena udah kayak facebook bahkan ada akun gosip segala, jadi ya skrg seperlunya aja, kalo ga posting ya ga dibuka cz ngabisin kuota juga sik wkwkkw

  5. gara2 liat postingan ini dan merasa asing dgn capturan foto2nya *ngga liat di TL IG*. yaampun tnyata aku blm follow mak juli XD, maapkeun..padahal dah sering ktemu.

    sampe skrg IG buatku tuh salah satu moodbooster gitu. jd lbh suka yg kufollow aku kenal (di luar artis ya haha). jd kadang suka gmn gitu klo ga kenal minta follback dan sampe DM 😐

    btw, aku baru tau ada foto laser πŸ˜€

    1. Wuehehe..gak papa mak Qhachan, dimaapkeun..Banyak inspirasi yang bisa kita temukan dari IG ya, mak..cuma yaitu, kalo ada yang DM minta folback rada gimana gitu ya..

      Baru tau ada foto laser ya..xixixi..itu juga cuma semusim kok mak, sekarang udah end.. πŸ™‚

  6. HAhahaaaa..hahhaaa..aku banget kecanduan IG, trus kalolihat IG tuh adem,mata tuh fresh dari pada baca TL fb
    So..mari kita cari spot2 kece buat koleksi IGnya Mbaa!!

  7. aku mo nanya mamahku foto laser itu kayak gimana, masih belum mudeng, mamahku hobinya foto2 dan rajin pajang foto aku dan adik2ku di pigura

  8. Tulisan dan pemaparan yang detail, ada sejarahnya juga. Aku IG lebih untuk personal branding saja, sih sinergi dengan blog. Like bukan sesuatu yang dikejar banget, untuk bahan observasi saja tentang preferensi gambar pengikut. Makanya sampai saat ini bisa yakin kalau followernya masih organik (kayak nama sayuran aja hihihi). Memang trend IGers itu ada yang follow kemudian di unfollow lagi. Bahkan para IGers dari luar sering melakukannya. Buat aku sih nggak masalah karena hanya follow akun yang benar-benar aku suka bukan sekedar follow karena difollow….

  9. IG adalah sosmed yang paling favorit bagi saya mak. Mungkin saya orangnya senang visual ya, makanya senang berada di IG. Pintar membagi waktu itu penting bagi saya, karena kelamaan di IG juga bikin sakit mata nih huhuhu mungkin kacamata mesti ganti kali ya πŸ˜€
    Di IG juga saya kenal banyak teman, mak, bahkan ada yang menjadi teman baik. Dan bagi saya, IG itu seperti ‘traveling gratis’ karena bisa lihat berbagai tempat di berbagai negara lewat foto. ^^

  10. Aku sepertinya termasuk pecandu level awal (memang ada, ya? πŸ˜› ). Bukan buat nonton foto atau koment, Mak Jul..aku nontonnya video lifehack πŸ˜†

  11. mertuaku krn hidup di jaman dulu , lebh suka foto yg sdh jadi darioada yang dilihat di file atau medsos, aku suka banget naruh foto yg bereksan saja di medsos

  12. jadi inget zaman masih kecil dulu, kalau mau foto ke studio foto dulu, terus sensasi deg-degan sama hasil foto ini gak bisa dirasain di zaman digital ini

  13. Eh aku kok ga inget ya foto laser? Tp yg pas jaman hitam putih tau sih mba, trutama pas foto hahahah… Iya bnr tuh kalo dpt pas foto bgs, klisenya lgs deh disimpen :D.

    Aku bbrp kali dpt yg nawarin beli followers, itu dgn senang hati lgs aku block, biar ga bisa nyespam lg di komen :p. Lagian, aku mau pajang foto, siapa bilang supaya dilike sebanyak2nya.. :p. Apa bangganya ya mba, banyak like, tp dr follower palsu :p

    1. Hihihi, banyak yang gak inget foto laser ya..

      Hooh, bener banget, mba Fanny buat apa like banyak tapi cuma software aja, gak penting banget ya..yang pasti-pasti aja deh, yang real.. πŸ™‚

  14. Aku pernah punya instagram tapi wis ta delete mbak hahaha.. sejak kasus foto anak2 yang dibajak lalu dijadikan semacam ‘olshop’ anak.. jadi ngeri, krn insta ku isinya banyak foto anakku.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *