Kadang sebagai orangtua harus berani untuk “tega” kepada anak demi stimulasi potensi prestasinya
Sebagai orangtua, seringkali ada rasa tidak tega jika membiarkan anak melakukan segala sesuatunya sendiri. Misalnya, karena alasan praktis, tidak mau membuang waktu terlalu lama, dan demi rumah yang senantiasa beres tanpa kotor berantakan, orangtua menyuapi anak. Anak pun makannya jadi banyak, ruangan bersih dari ceceran makanan, waktunya lebih cepat. Bayangkan jika anak harus makan sendiri. Ruangan kotor, penuh dengan ceceran makanan, anak makannya juga cuma sedikit, dipilih-pilih, waktunya pun tak tentu. Setelah itu tugas orangtua yang membereskan semua itu. Oh, no.
Sebenarnya, anak pun perlu dilatih untuk mandiri sejak dini. Tak ada hasil yang didapat secara instan. Semuanya butuh proses, dan seringkali proses itu membutuhkan waktu yang kita sendiri tidak tahu entah sampai kapan. Rasa tidak sabar seringkali membuat kita lupa bahwa anak perlu diajari, dilatih dan distimulasi secara terus menerus untuk menghasilkan suatu kebiasaan baik seperti yang kita harapakan.
Lebih baik sisihkan waktu agak lama untuk mengajari, setelah itu kita akan menuai hasilnya. Yup, mengajari secara berulang sampai anak bisa dan paham itu lebih baik daripada kita menundanya dengan merepotkan diri sampai waktu yang tak tentu. Ambil contoh, satu hari mencoba anak untuk makan sendiri. Tahan diri untuk tidak marah meskipun makanannya berceceran. Berusaha sabar saat anak menghabiskan banyak waktu untuk menghabiskan makanannya. Biarkan anak berproses sesuai dengan tahapan usianya. Besok harinya, lupakan tentang kebiasaan kita menyuapinya.
Selama dalam waktu mengajari, kita harus konsisten. Ya, konsisten supaya anak paham apa yang sebenarnya sedang ia pelajari. Biarkan ia makan sendiri makanannya. Tahan diri untuk tidak menyuapinya. Jika anak menangis ingin disuapi, kita beri pengertian bahwa makan sendiri itu baik untuk dirinya. Supaya tangannya kuat terlatih saat menulis atau berolahraga nanti. Kita lihat bagaimana progress yang terjadi dari hari ke hari sampai makan sendiri menjadi kebiasaan yang mudah dilakukannya.
Dengan makan sendiri, ada banyak aspek potensi prestasi yang distimulasi dalam tumbuh kembang anak. Selain belajar mandiri, anak belajar untuk percaya diri dengan kemampuannya sendiri, tanpa menggantungkan belas kasihan orangtuanya. Motorik kasar dan halusnya pun dapat berkembang, yang sangat baik untuk melatih kecerdasan dan kreasinya. Selain itu, dengan membangun komunikasi yang baik dengan anak, kita melatih anak untuk mengembangkan jiwa sosialnya sehingga kelak ia mampu menjadi pribadi yang supel dan mudah bergaul. Tangannya yang terlatih saat makan sendiri pun dapat menstimulasi perkembangan fisiknya supaya tumbuh tinggi dan kuat.
Nah, Bunda! Melihat banyak manfaat dengan membiasakan anak balita makan sendiri, apakah kita sudah “tega” untuk tidak menyuapinya lagi? Yuk, ah. Tega demi kebaikan itu kan bagus untuk masa depannya. Asal kita tetap mengawasi jangan sampai anak tersedak saat makan sendiri ya, Bunda.
Happy Parenting! 🙂
Iyaa kadang nyuapin bocah krn ga sabaran lama amat makannya hahaa, harusnya dibiasakan yaa makan sendiri.
Iya, mba bener sekali hehe..