Senioritas = Boleh Memukul Yunior?

Senoritas, Boleh memukul Yunior? – Melihat, mendengar dan mencerna berita tentang kekerasan hingga mengakibatkan hilangnya nyawa adik angkatan di salah satu kampus di Jogja membuat saya miris. Miris karena organisasi yang memakai nama Pecinta ternyata tidak ada unsur cinta sehingga sampai hati melakukan tindak kekerasan. Ironi.

Rotan, yang sejatinya adalah hasil budidaya alam, tidak digunakan sebagaimana mestinya untuk sesuatu yang bermanfaat. Memukul tentu perbuatan tidak menyenangkan dan sangat merugikan orang lain. Apalagi jika tindakan tercela ini menjadi biang keladi bagi korban meregang nyawa. Ah, teganya..!

Apa alasan yang Β menguatkan terjadinya tindakan pemukulan ini? Karena Yunior tidak menurut, membangkang, melawan kehendak Senior yang sedang berkuasa? Atau ada alasan lain demi kebaikan yunior? Yakin demi kebaikan?

Apapun alasan yang melatarbelakangi tindak kekerasan ini, jelas sudah melanggar berbagai rambu-rambu yang dicanangkan. Dari sisi Senior, mungkin alasan pernah mengalami kekejaman serupa dari kakak seniornya yang lalu menjadi tameng dalam melakukan tindakan tak jauh beda. Maka dirasa inilah saat yang tepat untuk melampiaskan dendam kesumat kepada adik Yunior yang tidak bersalah. Hm..mencari kambing hitam dong.

Mari kita lihat dari sisi Yunior. Tentu betapa bangganya menjadi mahasiswa baru dan bisa masuk UKM Pecinta Alam yang menjadi prestise tersendiri. Maka euforia yang meliputi acara penerimaan MAPA di gunung Lawu tak terbersit sedikitpun prasangka buruk dari Yunior kepada kakak Senior. Sayang sekali, segala harapan, pikiran positif dan kebanggaan Yunior ternodai dengan dendam amarah sang senior. Ah..

Sebagai orang tua, saya ngeri membayangkan bagaimana wajah mahasiswa 10 tahun yang akan datang saat anak saya menjejak bangku kuliah jika perilaku kekerasan Senior kepada Yunior dibiarkan. Saya tak akan rela jika anak yang saya rawat dan besarkan dengan penuh kasih sayang harus mati sia-sia di tangan kakak senior di universitas idamannya.

Membayangkannya saja saya bisa menjadi gila. Betapa mengerikannya. Siapa kamu berani-beraninya memukul anakku yang baru kamu kenal beberapa waktu,Β  sedangkan saat nyamuk menggigit kulit anak saja, saya tak rela sebagai ibunya?

Saya tidak berani menduga-duga apa yang melatarbelakangi tindakan kriminal senioritas ini. Ada banyak faktor tentu saja. Faktor internal dan eksternal. Faktor internal bisa Β dari keluarga. Kondisi KDRT, broken home, orang tua sibuk, anak terlalu dimanja, faktor pembiaran dan tentunya rasa ingin dihormati secara berlebihan sehingga menghalalkan segala cara termasuk memukul demi mencapai tujuan bisa jadi alasan internal yang melatarbelakangi.

Faktor eksternal bisa berasal dari pergaulan. Teman yang baik akan membawa pengaruh kebaikan. Sedangkan teman yang berperilaku kurang baik, juga bisa membawa dampak buruk bagi temannya. Jadi, pandai memilih pergaulan dan memiliki dasar iman yang baik bisa menjadi benteng bagi pengaruh buruk dalam pergaulan.

Teman yang suka membully, pada dasarnya adalah teman yang memberi efek buruk dalam pergaulan. Saya ingat seorang teman pernah berkata Bullying itu dari kata dasar Bull. Bull itu kerbau jantan yang suka marah. Jika seseorang dibully, ibaratnya seperti mengganggu kerbau jantan yang suka marah. Tunggu saja pembalasannya sewaktu-waktu.

Kembali pada konteks awal. Menjadi anggota pecinta alam, tentu memiliki fisik yang kuat dan tangguh adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi supaya bisa bertahan hidup di alam nan luas. Tapi apa iya harus diuji dengan pukulan? Memangnya ada latihan bela diri? Satu arah tanpa ada perlawanan? That’s not fair!

Arogansi, adalah sifat dasar yang bisa menjadi biang keladi terjadinya tindak kekerasan ini. Kenapa tak ada kasih dalam menyambut adik baru? Kenapa tak dipakai metode kakak Senior melayani adik Yunior?

Dua Perlakuan Yang Berbeda

We’ll see, apa yang akan terjadi di masa depan jika ada dua perlakuan seperti ini :

1. Senior menyambut mahasiswa baru dengan arogan, sok jumawa supaya disegani hingga tega melakukan pemukulan karena “tradisi” turun temurun yang telah diwariskan oleh seniornya terdahulu sehingga ada sedikit pembenaran diri jika dirinya dendam supaya adik baru juga merasakan sakit dan pahitnya.

Kira-kira jika tradisi ini dibiarkan akan menjadi semakin liar atau bisa menjadi baik ya?

2. Senior menyambut kedatangan mahasiswa baru dengan sukacita, memberikan arahan sebagai bentuk orientasi mahasiswa baru misalnya melayani dengan memberikan pinjaman buku atau catatan yang dibutuhkan untuk adik kelasnya. Tradisi ini dipupuk dan diteruskan kepada adik angkatan yang akan ada lagi di bawahnya.

Saya pernah mendengar cerita tentang suatu latihan kepemimpinan di suatu kampus swasta di Yogyakarta. Dalam diklat itu ada Senior dan Yunior. Tak seperti lazimnya seorang Senior yang belagu kepada Yunior, para Senior ini justru melayani Yunior dengan penuh kasih dan sepenuh hati. Terbukti saat adik-adik Yunior mengikuti kegiatan, para Senior mencucikan piring makan yang seharusnya dicuci sendiri oleh para Yunior.

Merasa heran, seorang Yunior bertanya :

“Kakak mencuci piring-piring kami?”

Sang Senior menjawab:

“Iya, sekarang kami mencuci piring kalian. Tahun depan, kalianlah yang mencucikan piring-piring adik angkatan kalian”

Tradisi saling melayani para Senior dengan cara mencucikan piring Yunior itu menjadi tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Tak ada sikap jumawa, arogan atau merasa hebat. Para Senior justru dengan rendah hati mau melayani Yuniornya. Secara tak langsung, karakter kepemimpinan yang penuh kasih dan mau melayani ini menular dan memberikan aura positif dalam kegiatan mereka. Dan dari sini, tercetak SDM yang bermutu sehingga cita-cita almamater supaya terakreditasi A bisa tercapai.

Nah, jika nilai baik ini dipertahankan dan ditularkan, kira-kira di masa depan akan terbentuk kepribadian atau karakter menjadi lebih baik atau malah sebaliknya?

Introspeksi Diri

Mari kita renungkan. Tindakan kekerasan di kampus mengajarkan kita sebagai orang tua untuk instropeksi apakah pola didikan yang kita terapkan kepada anak sudah tepat atau belum. Apakah kita menginginkan anak kita jago berkelahi, suka memukul supaya terlihat hebat? Jika tidak, mari kita mulai untuk tidak memukul anak kita senakal apapun ia. Pun kekerasan mental jangan kita lakukan karena anak hanya bisa meniru apa yang orangtua perbuat kepada anaknya.

Ketika anak merasa diabaikan, ia akan mencari perhatian di luar sana. Caranya bermacam-macam tergantung arus pergaulan yang ia dapat. Bersyukur jika anak kita mendapat teman yang baik, maka ia akan ketularan baiknya. Berbahaya jika anak kita berteman dengan orang yang suka melakukan tindak kekerasan karena lambat laun ia akan mengikutinya kecuali kita menjaganya dengan pondasi yang kuat seperti iman dan akhlak, budi pekerti yang mulia.

Tak terlalu penting anak berprestasi secara akademik di sekolah, kecuali dia memang sudah pintar dan rajin belajar, itu bonus. Tapi yang paling utama adalah memberinya bekal menjadi manusia baik yang selalu menolong.

Dengarkan Kata Hati Nurani

Satu lagi, supaya hati tidak mudah menjadi tega menyakiti sesama adalah dengan membiasakan bicara dengan hati nurani. Hati nurani yang tajam mampu mendengar kebaikan. Sedangkan hati nurani yang tumpul rentan melakukan kejahatan.

Jadi mulai sekarang, yuk, kita mulai untuk lebih peka mendengar hati nurani kita sendiri. Apakah perbuatan yang kita lakukan bertentangan dengan hati nurani? Karena sejatinya hati nurani tak pernah berbohong.

Diri kita sendirilah yang kerap mengingkarinya demi berjuta alasan pembenaran diri. Mari kita jaga ketajaman hati nurani dengan mendengarkan apa yang dikatakannya. Jangan biarkan hati nurani tumpul karena terlalu sering kita abaikan.

Salam Bahagia! πŸ™‚

Share

Author: Juliastri Sn

Mom of two. Lifestyle Blogger. Entrepeneur.

20 thoughts on “Senioritas = Boleh Memukul Yunior?”

  1. Sebagai mapala aku sedih bgt denger berita kmrn. Sampe ga tau harus komen apa. Dan ga kebayang besok klo anakku mau ikut mapala kubolehin ngga :(. Terlepas dari takdir Tuhan, tapi kehilangan anak yg sudah diurus 20 tahun dgn cara seperti itu :((.

    Dulu inget bgt pas diklat survival tiap kelompok ada senior yg “njagain”. Masaknya manual, jd harus berjuang cr ranting dan bikin api manual. Justru di sini malah jd ajang “pamer” senior yg bs bantu bikin api adek2nya biar bs masak. Yg gagal dijadiin candaan. Tp ga brati ga makan juga, krn tetep ada makanan yg ga perlu diolah. Jadi sedih dan ga paham bgt sama yg merasakan diklat di luar batas πŸ™ #curhat

  2. betul mbak, aku dari dulu gak suka banget naamnya perploncoan itu apalagi pakai atribut yang bikin kita kayak orang tolol walau katanya buat lucu2an.

  3. Iya sedih banget denger berita-berita tentang senioritas sampe mencelakakan junior ya mak.. Kaya mata rantai yang susah diputus :'( semoga saat jaman anak-anak kita nanti, udah lebh baik lagi ya mak sistemnya dibading sekarang sekarang ini..

  4. Ga pernah ngerti apa manfaat dr plonco2 ini. Aku sempet kuliah sebentar di Aceh, trs pindah ke Malaysia. Pas di aceh aku jg ngalamin plonco ini mba. Tp untungnya di kampus ekonominya msh “wajar” dibanding fak teknik. Palingan kita cuma dibentak, dijemur, pake aksesoris aneh2. Udah itu tok. Ntah apa gunanyapun.

    Pas pindah ke malaysia, aku kaget krn mahasiswa baru disambut dengan pesta dansa di hotel berbintang 5. Itu memang tradisi di kampusku ternyata, Olympia College. Jd ga ada yg namanya plonco, malah di sana kita bisa kenal dengan jajaran management kampus, senior2, segala sesuatu yg harus diketahui oleh mahasiswa barulah intinya. Nah itu menurutku yg bener. Ada gunanya. Kenapa ya malah mahasiswa2 skr ngejadiin ospek sebagai sarana balas dendam. πŸ™ Masa sih ga bisa belajar dr kampus2 lain yg udah ninggalin cara barbar begitu..

    1. Nah, harusnya memang seperti itu proses orientasi mahasiswa baru. Pan tujuannya untuk mengenal lingkungan dan siapa saja yang akan menjadi temannnya di kampus kelak. Proses adaptasi dengan ramah tamah bukan malah dengan yang serem-serem, ya Mba Fanny. πŸ™‚

  5. Ga pernah ngerti apa manfaat dr plonco2 ini. Aku sempet kuliah sebentar di Aceh, trs pindah ke Malaysia. Pas di aceh aku jg ngalamin plonco ini mba. Tp untungnya di kampus ekonominya msh “wajar” dibanding fak teknik. Palingan kita cuma dibentak, dijemur, pake aksesoris aneh2. Udah itu tok. Ntah apa gunanyapun.

    Pas pindah ke malaysia, aku kaget krn mahasiswa baru disambut dengan pesta dansa di hotel berbintang 5. Itu memang tradisi di kampusku ternyata, Olympia College. Jd ga ada yg namanya plonco, malah di sana kita bisa kenal dengan jajaran management kampus, senior2, segala sesuatu yg harus diketahui oleh mahasiswa barulah intinya. Nah itu menurutku yg bener. Ada gunanya. Kenapa ya malah mahasiswa2 skr ngejadiin ospek sebagai sarana balas dendam. πŸ™ Masa sih ga bisa belajar dr kampus2 lain yg udah ninggalin cara barbar begitu..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *