Stigma Kusta dan Penyandang Disabilitas Berpengaruh terhadap Akses Kesehatan Inklusif Mereka

stigma kusta

Penyakit kusta bukanlah kutukan, stop stigma dan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas termasuk orang kusta

Stigma kusta dan penyandang disabilitas berpengaruh terhadap akses kesehatan inklusif mereka. Ya, penyakit kusta bukanlah kutukan. Para penyandang disabilitas, penderita kusta dan orang yang pernah mengalami sakit kusta memiliki hak yang sama untuk mendapatkan akses kesehatan, pendidikan serta lapangan pekerjaan.

Penyakit kusta atau lepra memang penyakit menular. Namun penularannya tidak terjadi dengan mudah, asalkan mendapat pengobatan secara rutin dan bisa sembuh. Yang terjadi selama ini adalah penderita kusta menjadi masyarakat yang termajinalkan dan mengalami stigma negatif serta diskriminasi di masyarakat.

Penyakit kusta adalah penyakit yang menyerang pada syaraf ekstrimitas, kulit, lapisan hidung dan saluran pernafasan bagian atas. Maka penderita kusta harus mendapatkan pengobatan segera karena jika tidak, penyakitnya akan bertambah parah dan pada akhirnya dapat mengakibatkan disabilitas sensori dan motorik yang kompleks. Sejauh ini, PUSKESMAS dapat menerima pengobatan penyandang kusta secara gratis.

Minggu lalu, saya mengikuti talkshow secara live streaming dari channel Youtube KBR tentang Akses Kesehatan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas termasuk Orang dengan Kusta. Penyiar Ines Nirmala memandu acara yang menghadirkan 2 narasumber yaitu Bapak Suwata dari Dinas Kesehatan Kabupaten Subang dan Ardiansyah Aktivis Kusta / Ketua PerMaTa Bulukumba.

akses kesehatan inklusif

Berdasarkan data Bappenas 2018 sekitar 21,8 juta atau 8,26% penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas. Pasien kusta, penyandang disabilitas karena kusta maupun orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK)seringkali mengalami kesulitan dan tidak memiliki akses layanan kesehatan yang layak. Dan ini terjadi di beberapa daerah Indonesia.

Stigma tentang penyandang kusta

Pandangan masyarakat terhadap penyakit kusta selama ini adalah warisan dari generasi ke generasi secara turun temurun. Banyak yang menganggap bahwa kusta adalah penyakit kutukan dan tidak bisa sembuh. Sehingga, tak jarang masyarakat akan mengucilkan para penderita kusta dan tidak memberikan hak sebagaimana mestinya. Hak-hak mereka untuk mendapatkan pendidikan, lapangan pekerjaan, infrastruktur dan layanan kesehatan seringkali terabaikan.

Padahal, penyakit kusta harus segera diobati dan bisa sembuh. Penyakit lepra atau kusta bukanlah kutukan. Jika penyakit ini tidak segera mendaptakan pengobatan, akan berdampak parah hingga mengakibatkan disabilitas. Jika sudah mengalami disabilitas, para penyandang penyakit kusta akan semakin termajinalkan di masyarakat dan akan semakin sulit untuk mendapatkan hak-haknya untuk hidup lebih layak.

Kenapa masyarakat bisa mempunyai stigma yang buruk tentang kusta? Ada banyak hal yang menyebabkannya, antara lain kurangnya pengetahuan, sehingga stigma turunan dari silsilah keluarga menjadi semacam “warisan” yang semakin lama semakin sulit untuk berubah. Stigma ini yang menyebabkan para disabilitas termasuk orang dengan kusta mengalami kesulitan. Terutama untuk akses kesehatan inklusifnya.

Selain itu karena dampak sosial dan ekonomi di masyarakat, serta kurangnya kesiapan tenaga kesehatan dalam menanggulangi penyakit kusta ini dapat menyebabkan stigma negatif tentang kusta cukup tinggi. Di kabupaten Subang sendiri angka prevelansinya masih tinggi dengan data 5% kasus di tahun 2018, 9 kasus atau 7,9% di tahun 2019, dan 20 kasus atau 11% di tahun 2020.

Upaya Mengatasi Stigma Kusta

Menurut Bapak Suwata, secara umum di Kabupaten Subang permasalahan kusta masih cukup memprihatinkan. Mereka penyandang disabilitas dan kusta adalah kaum yang termaginalkan soal lapangan pekerjaan, kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Padahal menurut UU no 8 tahun 2016 semua warga negara memiliki hak yang sama soal layanan kesehatan.

Pemerintah menjamin pemenuhan hak penyandang disabilitas untuk dapat hidup secara mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomi. Maka, penyelenggaraan program kesehatan inklusif perlu diupayakan agar mereka memiliki derajat kesehatan yang optimal sehingga mampu menunjang produktivitas dan partisipasi dalam bermasyarakat dan pembangunan.

Upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Subang untuk mematahkan stigma masyarakat tentang disabilitas termasuk orang kusta antara lain :

1. Advokasi dengan pemerintah daerah

2. Integrasi layanan untuk penyandang kusta dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Prioritas kegiatan permasalahan disabilitas dan kusta

Ada empat prioritas yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan di Kabupaten Subang antara lain :

  1. Levosi kontrol atau mengendalikan dan mencegah penularan penyakit kusta dengan pengobatan, advokasi dan edukasi kepada masyarakat
  2. Pencegahan kecacatan untuk penderita kusta karena keterlambatan memeriksakan diri dan melakukan pengobatan
  3. Pemberdayaan penyandang disabilitas dan orang yang pernah mengalami kusta
  4. Pengurangan stigma dan diskriminasi dengan mencari solusi dari masalah utama dan komunikasi dengan tokoh terkait

Strategi layanan kesehatan

Ada 5 strategi untuk meningkatkan layanan kesehatan terhadap penyandang disabilitas dan termasuk orang dengan kusta, yaitu :

1. Terintegrasi dan terkolaborasi

Semua bentuk layanan kesehatan yang terkait penyakit kusta harus terintegrasi dan terkolaborasi dengan baik. Kegiatan itu meliputi dari segi pengobatan, kontak dengan penderita kusta, mencegah kecacatan, perawatan luka dan mandiri di rumah.

2. Skill dan kapasitas kemampuan petugas kesehatan

Petugas kesehatan harus mempunyai skill dan kemampuan yang memadai. Maka mereka wajib mengikuti job training khususnya untuk petugas kesehatan PUSKESMAS, dan mengikuti workshop yang terintegrasi dengan program kesehatan

3. Meningkatkan peran serta masyarakat

Masyarakat perlu berperan aktif mengikuti workshop perubahan perilaku, pembentukan kader kusta, advokasi pembiayaan kusta yang berasal dari dana desa rata-rata 2-5 M per desa. Ini merupakan potensi besar yang perlu digali

4. Melakukan pemenuhan terkait kebutuhan logistik

Kebutuhan logistik antara lain obat-obatan untuk penyandang kusta

5. Pemenuhan jaminan kesehatan kusta dan disabilitas

Ini sangat penting mengingat para penyandang disabilitas dan kusta adalah orang yang terpinggirkan dan mendapat stigma di masyarakat

stop stigma kusta

Kendala selama Pandemi

Di Bulukumba Sulawesi Selatan, tempat dimana aktivis kusta Bapak Ardiansyah mengabdi sebagai ketua PerMaTa selama 2 tahun belakangan ini ada pemahaman yang berbeda antara orang kota dan desa. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan disana, orang yang sedang mengalami atau yang pernah kusta belum memiliki akses kesehatan yang memadai.

Saat mengalami reaksi karena penyakit kusta, penderita hanya bisa melakukan pengobatan ke PUSKESMAS yang seharusnya mendapatkan rujukan ke rumah sakit yang lebih baik. Hal ini terjadi karena selalu ada banyak kendala dari segi prosedur dan lain sebagainya. Padahal, penderita kusta harus mendapatkan penanganan dengan segera.

PerMaTa adalah organisasi untuk orang kusta, memberikan pendampingan orang kusta dan memberi fasilitas supaya penyandang kusta dapat bersosialisasi di kehidupan bermasyarakat dengan baik. Di Sulawesi Selatan sendiri ada 12 cabang organisasi PerMaTa ini.

Di awal pandemi, organisasi ini melakukan penjangkauan ke pelosok untuk pendampingan kusta. Namun, masalah timbul sejak pandemi Covid19 melanda, para penyandang kusta enggan melakukan pemeriksaan dan pengambilan obat ke PUSKESMAS karena takut. Sehingga ada beberapa yang terputus pengobatannya.

Isu Kusta yang perlu dipahami secara luas

Untuk mematahkan stigma yang beredar luas di masyarakat terkait penyakit kusta, organisasi kusta PerMaTa melakukan kolaborasi dengan kampus-kampus untuk memberikan edukasi dan pemahaman yang baik dan benar tentang kusta. Hal ini perlu agar penyandang kusta mempunyai tameng atas segala stigma yang ada.

Mahasiswa sebagai kaum terpelajar menjadi sasaran utama untuk mendapatkan literasi tentang kesehatan dan penyakit kusta khususnya secara baik dan benar. Sebagai generasi muda, hendaknya para mahasiswa dapat mematahkan stigma negatif tentang kusta yang sudah menjadi warisan dari generasi ke generasi.

Isu-isu kusta yang berkembang dan perlu pemahaman secara mendalam antara lain :

  1. Harus optimis bahwa kusta dapat sembuh dengan pengobatan
  2. Memahami faktor pencetus timbulnya reaksi kusta
  3. Perawatan pada anggota tubuh yang mengalami gangguan kecacatan secara teratur
  4. Segera datang ke layanan kesehatan saat terjadi reaksi kusta, konsultasi dan melakukan pengobatan reaksi
  5. Menggunakan alat bantu dan pelindung kecacatan yang perlu diketahui dari komunitas terintegrasi

Dengan demikian, kita pun perlu berupaya untuk stop stigma kusta dan tidak melakukan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas termasuk orang dengan penyakit kusta minimal dari populasi yang ada di sekitar kita. Lalu memberikan hak akses kesehatan inklusif untuk mereka supaya mereka pun memiliki hak yang sama sebagai warga negara Indonesia.

Semoga sehat selalu!

 

Share

Author: Juliastri Sn

Mom of two. Lifestyle Blogger. Entrepeneur.

9 thoughts on “Stigma Kusta dan Penyandang Disabilitas Berpengaruh terhadap Akses Kesehatan Inklusif Mereka”

  1. OYPMK, maupun penderita memiliki hak hidup yang layak juga ya. Hal ini perlu ditekankan di sekitar masyarakat kita soalnya emang pandangan sebagian masih menganggap penderita kusta itu harus diasingkan.
    Ketakutan berlebihan itu harus dihilangkan toh mereka bisa sembuh kan

  2. Masyarakat harus terus diedukasi seperti ini agar semakin menyadari bahwa setiap manusia mempunyai kesempatan yang sama. Stigma yg selama ini beredar di tengah masyarakat tentang penyakit kusta tidak lah benar. Kusta bukan kutukan, tapi penyakit yang dapat disembuhkan.

  3. Asalkan ditangani dengan cepat, tepat dan tanggap, kusta bisa banget diobati yaa..
    Semoga edukasi ini bisa tersampaikan dengan baik ke masyarakat sehingga tidak ada lagi penderita kusta yang berakhir dengan menjadi disabilitas.

  4. Iih ngeri bgt ya kak, padahal kusta bisa di obati tapi sayangnya masyarakat banyak yg mengucilkan penderita kusta. Kalo saja penderita kusta dirangkul masyarakat, pasti jumlah penderita kusta makin menurun jumlahnya

  5. benar banget stigma kusta harus dihapuskan
    karena meski di zaman sudah serba canggih, digital dan info positif banyak bertebaran tapi masih banyak masyarakat yang terkungkung oleh stigma lama tentang kusta
    semoga berbagai upaya yang dilakukan bisa membuahkan hasil

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *