Lima Kebiasaan Orang Tua Pada Anak Yang Sebaiknya Dihindari

kebiasaan-ortu

Sebagai orang tua, pasti ada saat dimana kita kehilangan akal dalam menghadapi sikap si Kecil yang kadang di luar kendali. Segala nasihat, perintah hingga suara teriakan dengan nada tinggi pernah kita lakukan demi mencegah si Kecil melakukan sesuatu yang tidak kita inginkan.

Sehingga tanpa kita sadari akibatnya di masa depan anak, kita melakukan berbagai macam cara supaya si Kecil mau menuruti kehendak kita dengan senjata yang telah kita siapkan.

Apa saja itu ? Yuk, coba kita simak..

Baca : Lima Ritual Bayi Yang Penting

  • Menakut-nakuti

Si Kecil masih ingin bermain di luar padahal hari mulai gelap. Sebagai orang tua, kita mengajaknya masuk ke dalam rumah namun si kecil enggan beranjak. Kita yang tak tahan ingin segera masuk untuk mengerjakan hal lain lalu mengeluarkan ajian pamungkas.

“Dik, masuk yuk..sudah gelap ini. Nanti ada momok lho..hiii..”

Si Kecil serta merta berlari mendekat dan mau diajak masuk. Kita senang karena berhasil mengajaknya masuk, tapi apa akibatnya? Tanpa sadar, kita telah menanamkan suatu pola pikir untuk takut pada sesuatu yang abstrak. Sosok momok yang menakutkan apakah itu hantu, atau makhluk halus yang mengerikan tertanam di pikiran si Kecil. Akibatnya, si Kecil bisa jadi penakut. Tidak akan berani keluar sendiri di malam hari dan selalu minta ditemani. Yang rugi siapa? Cita-cita untuk mengajarkan arti kemandirian bubar sudah.

Baca : Jempol Anakku, Indikator Masakanku

Lebih baik kita bicara saja, “Dik,  main di luarnya besok lagi, ya..sekarang sudah malam. Kan besok Adik mau ikut mama ke pasar. Bisa main lama-lama di luar.”

Kasus lain, si Kecil lagi susah makan. Lalu kita bilang :

“Kalau nggak mau makan nanti disuntik dokter, lho..”

Memang benar kalau sakit harus periksa ke dokter dan kemungkinan disuntik jika penyakitnya cukup parah. Tapi dengan menakut-nakuti si kecil bahwa pergi ke dokter dan disuntik itu mengerikan, berarti kita menanamkan dalam alam bawah sadarnya bahwa dokter itu jauh dari kata baik. Dalam bayangan si kecil, dokter laksana algojo yang siap menghabisi dengan suntikannya kapan saja. Bisa jadi lho si Kecil malah trauma dan tidak mau diajak sama sekali periksa ke dokter saat sakit beneran. Kan, repot!

Sebaiknya bicara saja,”Kalau nggak mau makan, nanti gampang sakit, lho Dik. Kalau sudah sakit nggak bisa bermain sama teman.”

Ada cerita lain lagi ketika kita menakuti si Kecil. Dengan membawa nama polisi. Misalnya dengan percakapan seperti ini :

“Dik, kalau nakal nanti ditangkap polisi lho! Adik mau dipenjara?”

Duh, terlalu jauh ya. Mana ada anak kecil nakal lalu ditangkap polisi. Kan masih di bawah umur. Seakan-akan polisi tuh makhluk berseragam yang tak punya hati main tangkap anak kecil saja.

Akan lebih baik jika sebaiknya kita berkomunikasi dengan cara yang baik dan jujur kepada anak tanpa harus membawa polisi. Nanti anak bisa benci kepada polisi. Padahal, kan polisi tidak pernah jahat kepada anak kecil, malah menolong.

Baca : Balita Mengenal Kambing Hitam?

  • Mencari kambing hitam

Si Kecil terjatuh. Spontan kita bilang :

“Oh, kodoknya nakal..”

Lalu kita acting memukul-mukul tanah seolah mengusir si kodok virtual yang wujudnya entah berada dimana sambil bilang,”Nakal..nakal..nakal..

Maksudnya apa coba? Yuk, kita pikirkan bersama. Benarkah si Kecil jatuh gara-gara kodok? Si Kodok menghalangi jalannya gitu?

Mungkin alasannya supaya si Kecil berhenti menangis. Maka kita menghiburnya dengan mencari kambing hitam. Yang salah kodoknya. Bukan si kecil yang kurang hati-hati.

Padahal, dengan cara seperti ini berarti kita membiarkan si Kecil bersikap tidak sportif. Tidak mau mengakui kesalahannya. Toh, yang salah si kodok. Bukan aku. Jadi ya aku nggak perlu hati-hati.

Nah, sebaiknya kita bicara secara terus terang kepada si Kecil. Jatuh, merasakan sakit dan terluka lalu menangis ya nggak apa-apa.

Kita bantu saja untuk bangkit lagi lalu menguatkannya sambil bilang,”Nggak papa, Dik..lain kali hati-hati ya supaya tidak jatuh lagi. Adik terlalu asyik main sih, sampai nggak lihat ada lubang di depan..

Jadi, kita juga mengajari tentang hubungan sebab akibat. Tentang tanggung jawab. Bahwa ada resiko di balik perbuatan kita. Kalau tidak hati-hati ya bisa jatuh. Itu saja sih sebenarnya.

Baca : Seven Habits For Toddlers

  • Mengkerdilkan

Sebagai orang tua, kita kadang merasa paling tahu tentang kemampuan anak kita. Saking tahunya, kadang ada rasa tidak percaya jika anak kita mampu melakukan sesuatu yang kita anggap sulit.

Apa kamu bisa?”

“Mama yakin kamu belum mampu untuk melakukan hal itu!”

“Janganlah!”

“Nggak usah!”

“Bahaya”

“Kamu tu bisanya apa?”

Hm..Dicoba saja belum, tapi kita sudah yakin si Kecil tidak mampu. Secara tidak langsung, kita menjadi orang pertama yang berhasil menggagalkan cita-citanya. Dan itu akan terekam dalam ingatannya. Bahwa dia tidak bisa. Padahal, jika kita berlaku sebaliknya, mendorongnya dengan penuh motivasi, semangatnya akan terpompa hingga pada akhirnya mampu melakukan yang dia inginkan.

Baca : Obrolan Bocah

  • Ingkar Janji

Ada yang belum pernah berbohong pada anaknya? Pasti sudah pernah, dong ya..Walaupun dengan embel-embel berbohong demi kebaikan. White lie. Ngapusi aliran putih. Semacam itu. Dan yang sering terjadi adalah mengingkari janji.

Dik, kalau maemnya banyak, besok mama belikan mainan deh..”

Lalu si Kecil mau makan dengan lahapnya. Keesokan harinya si kecil nagih,”Mana mainannya, Ma..”

Besok, ya Dik..kalau sudah gajian..”

Sampai gajian tiba lupa. Atau tepatnya pura-pura lupa. Ketika ditagih lagi..

Kan mainannya adik sudah banyak, belum perlu beli lagi..”

Si Kecil tertunduk menahan tangis. Kecewa. Janji tinggal janji. Percuma aku makan banyak kalau akhirnya dibohongi.

Lebih baik tidak perlu mengumbar janji kepada si Kecil. Kalau memang tujuannya mau memberi reward atas prestasinya ya berikan sesuai janji. Jangan diingkari. karena janji adalah hutang yang harus dipenuhi.

Baca : Cara Belajar Yang Efektif

  • Membanding-bandingkan dengan anak lain

Rumput tetangga tampak selalu lebih hijau. Anak orang lain tampak lebih super dari anak sendiri. Sering ya, sadar atau tak sadar kita membandingkan anak sendiri dengan anak tetangga atau teman dekat.

Kok si A nilainya bagus di sekolah. Sedangkan si Kecil kok biasa-biasa saja. Padahal sudah diajari mengerjakan PR segala macam tapi ya nilainya tidak sebagus si A.

Bagaimanapun kemampuan anak satu sama lain tidak ada yang sama. Semua berbeda. Mungkin si Kecil nilai akademiknya biasa saja tapi pandai bermain musik misalnya. Lebih baik kita mengasah bakat si Kecil supaya bisa berkembang.

Sakit hati, lho rasanya dibanding-bandingkan itu. lebih baik terima apa adanya keadaan anak kita dan mulai jeli melihat bakatnya. Itu lebih bijaksana daripada kita menuntut ini itu. Nanti kalau anaknya balik menuntut banyak hal, toh kita sendiri yang repot. Ya nggak..?

Baca : Cara Minum Obat Pada Anak

Nah, sudah tahu kan ya lima kebiasaan orangtua yang sebaiknya dihindari. Semuanya demi perkembangan bersama yang lebih baik.

Nobody perfect, So I do.

Semoga bermanfaat! 🙂

Share

Author: Juliastri Sn

Mom of two. Lifestyle Blogger. Entrepeneur.

25 thoughts on “Lima Kebiasaan Orang Tua Pada Anak Yang Sebaiknya Dihindari”

  1. Kadang lidah kepleset. maunya sih bisa memberikan kalimat positif. Tapi kalau berusaha pasti bisa, dan jadi kebiasaan pasti lebih mudah dilakukan.
    warning buat diri sendiri.

  2. Sepakat.
    Mengancam dan menakut-nakutin anak, efeknya jangka panjang. Kata neurolog dri RS Dharmawangsa (lupa namanya siapa), itu bisa membuat anak gedenya kena Skizofrenia.

  3. kalo liat ponakan bertingkah nyeleh saya spontan bilang “jangan” dengan nada agak tinggi, gak tau mak otomatis langsung nyeplos. tapi kalau saya punya anak semoga bisa berubah.

  4. Ternyata kebiasaan menakut nakuti gitu nggak baik ya 😀 duluu suka banget nakut nakuti anak pasien 😀 sama anak teman 😀 wkwkwk..apalagi kalau anaknya badung..gemees…ternyata nggak bagus ya mbak.

  5. aku jg ga mau tuh ngelakuin hal2 di atas… apalagi yg menakut-nakuti ama yg mencari kambing hitam… duuuuh, itu kan malah ngajarin anak kita utk ga belajar bertanggung jawab ya… ntr kalo udh dewasa, dikit2 dia nyalahin org lain utk kesalahan yg dia buat.. jgn sampe eh anak2 kita begitu 🙁

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *